Katan/Umi seorang penulis
âUmmm, Datta?âDia menatapku. âUkuran buatmu penting atau nggak?â
Senyumannya lebar. âYa ya ya artinya masih bagus, ketimbang kamu ambil air dan lemparin ke muka aku.ââOh itu ide bagus, Ta.â
âAku ⌠nggak kuat lagi, Bim.â
âGue cuma mau make sure, tapi mungkin ini nggak sopan, lo bisa nolak nantinya. Gue ngabisin banyak waktu buat nimbang-nimbang nanya ini atau enggak.â
âTadi kamu tanya Pak Hasan pergi gitu aja setelah denger jawabanku, kan?â Dia mendapatkan anggukan dariku. Napasnya terdengar lelah. âSebenernya enggak, Bim. Dia nggak langsung pergi gitu aja. Dia sempet bilang, kalau aku nggak akan tega hancurin hidup orang yang aku sayang.âÂ
âBaik, alhamdulillah baik. Kamu ada waktu nggak buat ketemu aku, Bim? Atau kamu udah ada rencana?â
âAku mau minta pertanggung jawabannya, Mbak. Aku nggak mau keduluan keluargaku yang sampai sini.â Berusaha meyakinkan suasana, aku melihat-lihat sekitar, menunjukkan padanya bahwa aku tidak ingin melihat seseorang. âMbak nggak mau ada drama itu di sini, kan?â
âBapak âŚâ Mulutku akhirnya bisa mengeluarkan suara! Aku senyum di dalam hati, bersyukur. âSaya minta maaf, tapi semuanya sudah berakhir. Yang salah di sini bukan Mas Datta, Pak, Bu.Â
... Datta sudah meraih tanganku, menggenggam pergelangannya, dan membawakuâtidak, tidak, tidak. Aku berusaha melepaskan tangannya yang menggenggam sangat kuat. Dia bahkan tak melihatku sama sekali, pandangannya ke depan dengan otot wajah mengetat.Â
Aku belum siap.Sepertinya aku memang tidak pernah menyiapkan diri untuk berhadapan dengannya langsung, bertatap mata. âMas Akbar.â
âBayu mau jemput ke sini?â tanyanya pada akhirnya, memecah keheningan.
Dia menoleh lagi menatapku sekilas, tetapi cukup untuk mengatahui bagaimana tidak ramah ekspresi dan tatapannya saat ini. âKamu nggak pernah jadi yang pertama, Bim, sejak awal, dan kamu tahu itu.â
âTa, aku ⌠aku minta maaf. Aku nggak seharusnya datang ke sini, kamu berhak istirahat dulu. Nggak pa-pa. Take your time. Akuââ
Kepala Pak Damar menggeleng. âSetiap apa pun yang terjadi sama Mas Datta dan rumah Eyangnya, itu jadi rahasia.âÂ
âAku bersumpah, aku lebih baik nggak cerita apa-apa kalau ending-nya kamu ninggalin aku. Semuanya udah terkubur di masa lalu, Bim. I beg you, kita lupain itu, ya?â
âBima?â Tatapannya terlihat kesal, entah untuk apa. Aku hanya tertawa. âDipegang jangan body-nya, itu ada gagang kecil menurutmu fungsinya untuk apa, Sayang?â
âKamu butuh waktu buat beresin masalah pribadimu dulu?â
Aku menggelengkan kepala ketika mengingat teleponnya waktu itu. âWaktu telepon aku, kamu tahu itu Datta yang angkat?ââYa.ââGimana bisa dia nggak ngenalin suara kamu?â
Aku tidak tahu seberapa parah kernyitan di kening, tetapi aku sudah berusaha setenang mungkin dengan tetap tersenyum sembari menarik tanganku pelan. âMaaf sebelumnya, apakah kita saling kenal?â
âWhat the hell! Aku harus ngomong sama dia, kasih aku nomorââ
âTa, mau sejauh apa kamu?ââApanya?ââSemua ini?â Aku menatapnya lelah dan jujur saja, sedih. âKamu mau seberapa jauh jalani hal yang nggak kamu suka, hm? Kamu tau ketika kamu nyemplung, mungkin kamu akan nyesel dan nggak bisa balik lagi.â
âSusah banget pasââ Matanya memicing menatap ke ⌠aku mengikuti arah pandangannya. âItu Pak Damar, kan, Bim?âAku mengangguk.âKenapa dia kok buru-buru banget dan panik?â
âKenapa kamu harum banget sih?â Ia mengembuskan napas panjang, kemudian mengubah posisinya menjadi terlentang di sofa dan menjadikan pahaku sebagai bantal. Datta tersenyum lebar memandangku dari bawah.Â
Oooh easy, Bima. Emangnya staycation terakhir ada transaksi jual-beli tubuh?
âIs this real?â lirihnya. âWhere am I?â
Dia tertawa. âMenurutmu aku mirip mama nggak?âÂ
Justru distraksi malam ini bukan hanya kamu, Datta.Tapi juga Pak Damar.
âIya. Kenal kamu, papamu yang terhormat, dan ibu Rahmayani Cantika. Adikmu juga yang manis itu, Zora, kan?â Ini jelas lebih dari orang asing, ini jelas kami berhubungan dengan orang gila. Ditambah kalimat berikutnya yang aku dan Datta dengar. âSaya juga tau kamu dan Bima punya hubungan.â
âMau coba cek kamarku berbahaya atau enggak malam ini? Sebelum aku tinggali beberapa malam ke depan.â
âKamu mau tetap di sini, atau ⌠ikut ke dalem dan cobain my special sauce?â
Dering pertama panggilanku tidak mendapat respon.Aku berpikir dia tidak mendengarnya. Berusaha berpikir demikian.Ketika dering kedua masih sama, aku mulai merasa gugup karena ini menjadi semakin nyata.Â
Aku mengernyitkan kening. âKenapa gimana? Kita harus ngomong, penjelasan kita ke Zora beda, kita harusÂâââKamu yang paling pinter handle segala situasi, jadi harusnya situasi ini gampang buat kamu. Dia pasti akan percaya kamu juga.ââKamu kenapa?â
Sebelah sudut bibirnya terangkat, aku sepertinya sudah mulai harus waspada. âKamu tau pasti, distraksi apa yang sebenernya kamu butuhin.â Terbukti, aku tidak pernah salah dalam hal satu ini. Datta menambahkan. âMasukin aku ke list liburanmu, aku janji akan kasih distraksi paling hebat dan nggak akan kamu sesali.â
haiiii!ketemu tiap hari nih keknya sama Mbak Bimda dan mas Datta, lol.
You walked in, caught my attention. I've never seen, a man with so much dimension
generasi Jivan-Didi nih Bima-Datta yang hobi gelut tapi bukan maut, huhu.
Mbak Bim, Mas Dattanya cemburuan abies meski bukan siapa-siapa huhu
haiii! karena di sini belum bisa dijadwalin, jadi sampai ketemu akhir september! aku ada urusan dulu yawww~ muach
haii, bima-datta kembaleeee!!!!
mari kita peluk Kakak Bimaa erat-eraattttttt
haiiii! kita temu lagi sama mbak bimaaaa!!!
kenapa siii Bima judes banget sama Dattaa??
âKamu mau penjelasan langsung, kan?â Setelah kalimatku itu keluar, tangannya berhenti, dan matanya melirikku. âAku jelasin tapi ini jadi yang terakhir, aku nggak menerima banding, diskusi, atau negosiasi apa pun. Kalau kamu setuju, aku lanjut jelasin, tapi kalau kamu kekeh dengan semua strategimu, aku milih untuk lupain semuanya di meja ini.âhaiiii!!!
semangat, mbak bimaaaa!!!!!
siapa sih sosok emoji buaya ituhhhh?
met bacaaaa, muachhh!
haiii! ketemu sama aktris baru kita, beri sambutan yang gemuruh untuk Mbak Bimanya kitaaaa! muach bazah.
[pembelian baca duluan ini tidak sama dengan selamanya, jadi bisa sewaktu-waktu ditarik untuk keperluan penerbitan atau semacamnya]Mungkin ada banyak kata sifatâdalam ribuan bahasaâuntuk menjelaskan perasaan atau emosi, tapi terkadang kamu kebingungan, tak menemukan satu kata pun yang bisa mewakili. Atau ⌠kamu bisa menyebutnya; beyond words.Dua kata itu yang sepertinya paling tepat untuk menggambarkan kehidupannya saat ini; Tak bisa diungkapkan, terlalu penuh dengan beragam emosi yang ⌠levelnya di atas kata normal.Jadi, ayo temani Bimala menjalani kehidupannya yang tak bisa dijelaskan menggunakan kata-kata ini, dan coba nanti bantu simpulkan, apa pun yang berhasil kamu kumpulkan.Pekerjaannya adalah membuat seseorang tetap hidup dan waras dengan membantu semua kebutuhannya, di saat banyak orang di luar sana yang mungkin berharap seseorang itu lenyap tak bersisa.Sudah mendapat clue untuk awal petualangan ini?